BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Melihat permasalahan yang sering kita hadapi selama ini, bahwa banyak orang yang mengaku memiliki iman tetapi pada kenyataanya tidak sama dengan apa yang dilakukan, masih saja ia melakukan hal-hal yang menyerempet ke arah kemunkaran, bahkan masih ada yang sampai melakukan kemunkaran. Ada juga orang-orang yang melakukan kebajikan, namun hati mereka tidak melakukan itu dengan tulus atas dasar mengaharapkan ridlo dari allah.
Masih banyak orang-orang yang melakukan suatu kebajikan karena ingin dilihat oleh sesama manusia, masih banyak orang yang melakukan kebajikan karena ingin disanjung, dipuja dan dianggap sebagai orang yang hebat dan agung.
Dan berdasarkan hal itu kami mendeskripsikan masalah-masalah tersebut yang terangkum dan menjadi sebuah makala yang kami beri judul BERKUALISI DENGAN HATI MENGUNGKAP KEBENARAN IMAN. Dan besar harapan kami agar makalah ini dapat bermanfa’at mangungkapkan arti sebenarnya dari keberedaan iman dalam hati kita.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, maka masalah yang akan dibahas adalah sebagai berikut:
1. Apa itu Iman?
2. Apa saja yang termasuk syarat-syarat iman?
3. Bagaimana kita mengetahui kebenaran iman dan keteguhan iman ?
4. Bagaimana hubungan antara iman, ibadah dan taqwa?
5. Bagaimana kita mengetahui bahwa amal adalah cermin dari iman?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka manfaat dan tujuan penulisan karya tulis ini, yaitu:
1. Pembaca dapat mendeskripsikan pengertian dari iman
2. Pembaca dapat mengetahui syarat-syarat iman
3. Pembaca dapat mengetahui kebenaran iman
4. Pembaca mengetahui hubungan antara iman, ibadah dan taqwa
5. Untuk mengetahui keteguhan iman
6. Untuk mengetahui bahwa amal yang kita lakukan adalah cermin dari iman
D. Sistematika Penulisan
1. Bab I : Pada bab ini adalah Pendahuluan berisikan tentang latarbelakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan dan Sistematika penulisan.
2. Bab II : Pada bab ini merupakan Landasan Teori yang berisikan atas landasan-landasan teori yang digunakan dalam menyelesaikan masalah yang kita bahas di dalam makalah tersebut.
3. Bab III : Pada bab ini adalah penutup yang akan disajikan kesimpulan dan Saran, yang menjadi akhir dari penulisan makalah ini. Kesimpulan adalah akhir dari pemecahan masalah yang dihadapi dan dipecahkan. Dan saran adalah masukan penulis kepada pembaca dan yang bersangkutan, khususnya penulis.
BAB II
PEMBAHASAN
IMAN
A. PENGERTIAN IMAN
Iman adalah sesuatu yang sangat berharga dalam kehidupan seorang muslim. Nilainya sangat tinggi, tidak dapat disetarakan dengan apapun yang kita miliki di dunia ini, baik itu nyawa, harta, waktu atau tenaga, pikiran dan lain-lain. Karena itu para rasul, nabi dan orang-orang saleh pada zaman dahul sangat mengutamakan iman dalam kehidupan mereka.
Sedangkan Iman menurut lughah (bahasa yang biasa di gunakan sehari-hari) berarti percaya. Sebab itu orang yang beriman di katakan orang yang percaya. Siapa yang percaya maka dia di katakan beriman tidak ada uraian tentang bagaimana cara dan syarat percaya yang di maksud.
Yang kedua ta’rif (pengertian) iman menurut istilah syari’at islam adalah seperti yang disabdakan oleh Rasulullah SAW yang artinya:
“Iman adalah mengenal dengan hati, mengucapkan dengan lida, dan mengamalkan dengan jasad(anggota lahir)”
Dengan hadits itu kita diberitahu bahwa iman adalah keyakinan yang diberikan oleh hati, diucapkan dengan mulut (lidah) dan dibuktikan dengan amalan. Ringkasnya orang yang beriman adalah orang yang percaya, mengaku dan mengamalkan. Tanpa ketiga syarat itu, orang itu belum dapat dikatakan belum memiliki iman yang sempurna. Bila satu dari faktor itu tidak ada, maka dalam islam orang itu akan dimasukkan dalam golongan lain, mungkin fasik, munafik atau kafir.[1])
Orang yang sudah menyatakan islam harus beriman kepada Allah mengakui bahwa tiada Tuhan selain Allah. Tidak boleh menyekutukan-Nya dengan sesuatu yang lain. Iman harus ada di dalam hati kita. Jika iman terlepas maka celaka. Tak mungkin mati dalam keadaan khusnul khotimah, tapi sebaliknya yakni su’ul khotimah. Kalau sudah su’ul khotimah, bertanda akan binasa untuk selama-lamanya karena tempatnya ada di neraka. Jadi meneguhkan iman merupakan syarat mutlak bagi orang yang ingin mencapai khusnul khotimah.[2])
Di zaman kita ini banyak terjadi orang-orang yang mulanya gigih, serius dan banyak ibadah serta lantang suaranya menyeruhkan islam. Tapi ketika Allah menguji dengan istri, gaji, pangkat, pengikut alam sekitar yang jahiliyah, langsung menjadi lemah, takut, malas dan akhirnya ibadah dan perjuangannya hilang bersama hilangnya suara dan pegangan hidup. Jadi orang yang kuat iman, walau sehebat apapun ujian ia tetap yakin, tenang, sabar, ridlo dan tidak terlintas sedikitpun di hatinyauntuk melanggar syari’at dan meninggalkan perjuangan juga jama’ah islamiyah.
Selain itu, iman juga iman juga berfungsi sebagai alat kontrol yang efektif. Seseorang yang beriman akan berpir panjang ketika akan melakukan hal-hal yang tercela, apa lagi sampai merugikan rang lain. Sebab, walaupun tidak ada orang yang mengetahuinya, ia yakin Allah dapat melihatnya. Allah Maha Tahu dan Maha Mendengar terhadap apa yang di perbuat hamba-Nya, sekecil apapun perbuatan itu. Bahkan hal-hal yang belum di kerjakan, Allah SWT juga mengetahui dengan jelas.
Orang yang beriman senantiasa merasa ada yang mengintai dalam setiap detak jantung, desak nafas serta desir darahnya. Dan itu akan jadi pengerem bagi manusia untuk berbuat hal-hal yang mengandung dosa. Allah SWT berfirman :
`yJsù ö@yJ÷èt tA$s)÷WÏB >o§s #\øyz ¼çntt ÇÐÈ `tBur ö@yJ÷èt tA$s)÷WÏB ;o§s #vx© ¼çntt ÇÑÈ
“Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula.”[3])
Lain halnya dengan orang yang tidak beriman. Mereka begitugampang melakukan perbuatan yang merugikan orang lain dan tak perduli meskipun bertentangan dengan hukum. Padahal, sudah jelas bahwa setiap perbuatan dosa akan mendapat siksaan yang pedih di akhirat kelak. Namun mereka tutup mata, seolah tidak tahu dan tidak takut menerima balasan dari Allah SWT.
Sebagai orang yang telah menyatakan diri beriman, kita tentu saja ingin merasakan lezat, nikmat atau manisnya iman, sehingga apa yang kita lakukan sebagai arang beriman tidk menjadi sesuatu yang terasa berat dalam melaksanakanya serta penuh dengan resiko, kita tetap merasa senang, itulah memang di antara konsekuensi iman.
Sebagai contoh adalah Bilal bin Rabah, meskipun menalami siksaan yang luar biasa dari majikanya yang kafir, da merasa sangat behagia dalam hidupnya. Semula dia hanyalah budak belian yang tidak ada harganya, dia tidak pernah menjadi bahan pembicaraan, tapi ketika dia masuk islam lalu diketahui oleh majikanya, persoalanya menjadi lain. Bilal bukan hanya menjadi bahan pembicaraan, tapi bisa juga bikin pusing sang majikan. Dngan sebab imanlah Bilal mengalami siksaan yang berat, namun dengan iman pula, dia bahagia bahkan derajatnya terangkat menjadi oran yang mulia. Banyak lagi orang yang merasakan kebahagiaan hidup karna iman kepada Allah swt, ini karena mereka merasakan manisnya iman atau enaknya menjadi seorang mukmin.
B. SAYARAT – SAYARAT IMAN
Telah kita ketahui bahwa syarat iamn adalah Mengenal dengan hati, Mengucapkanya dengan lisan atau ucapan, dan Mengamalkanya dengan perbuatan. Jadi jika kita tidak memnuhi ke tiga syarat tersebut maka belum sempurnalah iman kita, padahal kita telah menyatak diri untyk beriman. Mari kita lihat apa yang terjadi pada orang yang tidak memnuhi ke tiga syarat iman tersebut :
1. Sesorang yang beriman dengan ucapan ‘Lailahaillallah’ dan memiliki keyakinan, tapi tidak beramal atau amalnya tidak sempurna sebagaimana yang di kehendaki, di masukkan dalam golongan mukmin yang fasik atau mukmin ‘asi (durhaka). Di akhirat nanti tempatnya adalah di neraka. Bila iman yang dimiliki itu sah, maka masih ada peluang untuknya ke Surga, setelah disiksa dengan siksaan yang pedih.
2. Seseorang yang memiliki keyakinan tetapi tidak mau mengikrarkan ‘ Lailahaillallah’baik beramal atau tidak, dimasukkan dalam golongan kafir. Ada juga qaul yang memasukkan ereka dalam golongan fasik. Tapi menurut qaul yang lebih kuat, mereka masuk dalam golongan kafir. Bila meninggal mereka tidak boleh di kubur di tanah perkuburan islam, dan di akhirat nanti akan kekal tersiksa di Neraka.
3. Seseorang yang mengucapkan lafal ‘ Lailahaillallah’kemudian berama dengan segala tuntutanya (sedikit atau banyak) tetapi keyakinanya massih diliputi keragu-raguan, di masukkan dalam olongan orang munafik. Ragu-ragu yang di maksudkan di sini bukan saja pada Allah, tapi mungkin pada rasul, malaikat, kitab, hari kiamat atau qadha dan qadhar. Seperti yang di terangkan dal surat At Thalaq ayat 2-3:
5`tBur È,Gt ©!$# @yèøgs ¼ã&©! %[`tøxC ÇËÈ çmø%ãötur ô`ÏB ß]øym w Ü=Å¡tFøts 4 ÇÌÈ
Dan barangsiapa bertakwa kepada Allah, niscaya akan dilepaskan dari kesusahan hidup. Dan diberinya rezki dari arah yang tiada diduga.
Ketika dia membaca ayat tersebut, timbul rasa ragu dalam dirinya. “Bagaimana bisa begitu?” katanya. “Bukankah rezeki mesti dicari dengan usaha dan ikhtiar, tidak datang sendiri secara tiba-tiba. Mungkin itu bukan ayat Al- Qur’an!” Kalau ada pikiran seperti itu, maka dia termasuk dalam golongan munafik, walaupun mengucapkan dua kalimat syahadat dan mengerjakan samal sholeh.
Orang munafik dalam pengertian yang lain adalah orang-orang yang melahirkan suasana islam tetapi menyembunyikan kekufuran. Artinya mereka berpura-pura islam pada lahirnya tetapi hati mereka tidak menerima islam. Orang munafik hakikatnya adalah orang kafir. Bahkan bagi orang islam, orang munafik lebih berbahaya daripada orang kafir.
¨bÎ) §° Éb>!#ur£9$# yYÏã «!$# tûïÏ%©!$# (#rãxÿx. ôMßgsù w tbqãZÏB÷sã ÇÎÎÈ
Sesungguhnya binatang (makhluk) yang paling buruk di sisi Allah ialah orang-orang yang kafir, Karena mereka itu tidak beriman.[4])
Orang kafir merupakan musuh yang jelas, sedangkan orang munafik susah untuk dikenal sebab secara lahiriah, mereka tidak ada bedanya dengan orang islam. Orang munafik dapat kita ibaratkan sebagai musuh dalam selimut atau gunting dalam lipatan.[5])
Jadi jelaslah kiranya bahwa iman yanh sempurna itu akan membawa kebaikan, dam iman yang setengah- setengah atau ragu-ragu itu adalah munafik, dan jelas bahwa orang munafik itu tempatnya di neraka.
C. JATI DIRI/KEBENARAN IMAN
Kita mengerti bahwa batas antara islam atau tidaknya seseorang adalah dari lafadh ‘asshadu an laa ilaha illallahu wa asshadu anna muhammad rrasulullah’(kalimat syahadad). Yang apabila seseorang mengucapkan kalimat itu maka ia telah menjadi seorang islam. Tetapi sebenarnya hal itu belum bisa di katakan beriman, walaupun ia mengerjakan shalat, puasa, zakat, dan haji. Hal itu di beritahuka oleh Allah SWT dalam firmanya.
* ÏMs9$s% Ü>#{ôãF{$# $¨YtB#uä ( @è% öN©9 (#qãZÏB÷sè? `Å3»s9ur (#þqä9qè% $oYôJn=ór& $£Js9ur È@äzôt ß`»yJM}$# Îû öNä3Î/qè=è% ( bÎ)ur (#qãèÏÜè? ©!$# ¼ã&s!qßuur w Nä3÷GÎ=t ô`ÏiB öNä3Î=»yJôãr& $º«øx© 4 ¨bÎ) ©!$# Öqàÿxî îLìÏm§ ÇÊÍÈ
Orang-orang Arab Badui itu berkata: "Kami Telah beriman". Katakanlah: "Kamu belum beriman, tapi Katakanlah 'kami Telah tunduk', Karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu; dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya, dia tidak akan mengurangi sedikitpun pahala amalanmu; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." [6])
Allah mewahyukan ayat itu kepada Rasulullah ketika beberapa orang Arab Badui datang kepada Rasulullah da mengatakan, “kami telah beriman.” Hanya karena mereka telah mengucapkan “Lailahaillallah” dan telah mengerjakan amalan-amalan yang diperintahkan. Dari ayat itu dapat di ambil kesimpulan bahwa:
1. Seorang yang islam belum pasti beriman, tetapi seseorang yang beriman sudah pasti islam.
2. Islam dapat diktahui dari amalan-amalan lahir, sedangkan iman adalah amalan hati (batin).
Lanjutan dari ayat di atas adalah suratAl-Hujurat ayat 15 yang menerangkan ciri-ciri orang yang beriman adlah:
$yJ¯RÎ) cqãYÏB÷sßJø9$# tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä «!$$Î/ ¾Ï&Î!qßuur §NèO öNs9 (#qç/$s?öt (#rßyg»y_ur öNÎgÏ9ºuqøBr'Î/ óOÎgÅ¡àÿRr&ur Îû È@Î6y «!$# 4 y7Í´¯»s9'ré& ãNèd cqè%Ï»¢Á9$# ÇÊÎÈ
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, Kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. mereka Itulah orang-orang yang benar” [7])
Untuk menjadi orang yang beriman, ucapan itu mesti di pelajari maksud dan tuntutanya, kemudian difahami, diyakini (tanpa ragu) serta dihayati untuk diamalkan. Keraguan seseorang yang mengucapkan dua kalimat syahadat baik tentang maksud maupun tentang rukun iman yang lain dapat terjadi dengan empat bentuk yaitu :
1. JAHIL : Seseorang yang tidak tahu menahu tentang iman sedikit atau banyak
2. SYAK : Keyakinan 50%, keraguan 50%.
3. DZAN : keyakinan 75%, keraguan 25%
4. WAHAM : keyakinan 25%, keraguan 75%
Apabila iman seseorang dicampur dengan jahil, syak, dzan atau waham, maka ia belum dapat dikatakan beriman. Sebaliknya, seseorang yang mengucap kalimat tauhid dengan keyakinan 100% tanpa diliputi satu dari ke empat hal tersebut, maka termasuk dalam golongan orang yang beriman. Hanya orang itukah yang sanggup menegerjakan perintah Allah dan meninggalkan semua larangannya.
Mengerjakan semua perintah dan menjauhi semua yang dilarang oleh Allah bukanlah suatu sikap yang mudah diperoleh. Hal itu hanya akan dimiliki oleh orang yang memahami dan meyakini dua kalimat syahadat dengan sungguh-sungguh serta menghayati semua yang diwajibkan kepadanya untuk dilaksanakan sepenuhnya. Diantara tuntutan kalimat syahadat itu adalah:
1. Mengabdikan diri hanya pada Allah. Amalan-amalan sehari-hari baik kecil atau besar, penting atau tidak, semuanya di jadikan ibadah pada Allah dengan memenuhi beberapa syarat sebagaimana brikut:
a) Niat mesti betul (karena Allah).
b) Pelaksanaan mesti betul (menggikuti syariat).
c) Tidak meninggalkan hal-hal asas seperti shalat, puasa, dan lain-lain
2. Tidak ada yang diridhai sebagai tuhan selain Allah.
3. Tidak ada yang di takuti selain Allah.
4. Tidak ada yang lebih dicintai daripada mencintai Allah.
5. Tidak ada tempat menyerahkan diri selain pada Allah.
Dari sini bisa kita sipulkan bahwa jaminan surga itu akan didapatkan apabila ucapan kalimat syahadat diiringi dengan keyakinan yang kuat, jiwa taqwa dan tindakan untuk menunaikan semua tuntutan yang terdapat didalamnya.[8])
Jadi. Iman membutuhkan pembuktian atau manifestasi. Dalam dalam hadits diatas bukti iman adalah kesediaan untuk bersyukur, bersabar dan ridho terhadap keputusan Allah. Orang yang hanya mengatakan “Saya Beriman”dengan kata-kata sajatetapi tidak ada pembuktian, baik dalam arti prilaku, pandangan hidup, atau kebiasaan-kebiasaanya tidak mencerminkan keimananya, berarti keimananya masih sangat lemah. Sebaliknya, orang akan bisa memberikan pembuktian-pembuktian iman yang di tandai degan beribadah secara baik, kalau imanya juga baik. Al-Qur`an menjelaskan dalam surat Thaha Ayat 14:
ûÓÍ_¯RÎ) $tRr& ª!$# Iw tm»s9Î) HwÎ) O$tRr& ÎTôç6ôã$$sù ÉOÏ%r&ur no4qn=¢Á9$# üÌò2Ï%Î! ÇÊÍÈ
Sesungguhnya Aku Ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain aku, Maka sembahlah Aku dan Dirikanlah shalat untuk mengingat Aku.[9])
Ini adalah pernyataan Allah yang harus kita imani, pernyataan kemaha esaan Tuhan(Tauhid). Kalau pernyataan itu sudah bisa diterima maka pembuktianya adalah ÎTôç6ôã$$sù yang artinya adalah “beribadahlah kamu kepada-Ku”. Dalam ayat tersebut juga mengingatkan pada kita bahwa kita di wajibkan oleh Allah untuk menunaikan shalat, jadi sesungguhnya tujuan Reguler dari shalat adalah agar kita selalu mengingat dan menyembah pada Allah.[10])
Orang yang beriman secara mutlaq dan sungguh-sungguh, Qolbu(sanubari/hati)nya akan terjauh dri sifat-sifat tercela. Sifad hasud, riya dan takabbur akan pergi dari Qolbunya, karena ia yakin bahwa semua nikmat, baik berupa harta, jabatan dan lain sebgainya adalah dari Allah SWT. di dalam dirinya tidak akan muncul sifat sombong atas semua kenikmatan yang ia peroleh, karena tertanam bahwa harta itu hanya titipan Allah SWT yang harus di pergunakan untuk kebaikan. Begitu pula Qolbunya akan bersih dari sifat dengki karena dia sadar bahwa nikmat yang didapat oleh orang lain itu juga merupakan pemberian AllahSWT. Tapi mengapa masih banyak orang yang menak beriman, adahal mereka masih melakukan tindaka tercela? Persoalanya adalah sejauh mana iman itu dapat berfungsi sebagai alat kontrol yang efektif. Hal ini tentu sangat terkait erat dengan kualitas iman yang dimiliki. Oleh karna itu untuk menghasilkan iman yang lebih baik, perlu diasah sehingga benar-benar berfungsi sebagai alat kontrol yang mampu mengantarkan manusia menuju jalan yang lurus.[11])
D. KETEGUHAN IMAN
Iman adalah asas penting, yang menjadi landasan tempat berdirinya pribadi mukmin. Kalau manusia diibaratkan seperti batang pohon, maka iman adalah akar tunjang untuk pohon itu. Kalau manusia diibaratkan seperti sebuah rumah, maka iman adalah tapk tempat berdirinya rumah itu.
Demikian pentingnya iman dalam usaha melahirkan manusia yang sempurna dan diridhoi oeh Allah SWT. tanpa iman, seseorang itu akan sama seperti pohon yang tidak berakar tunjang atau rumah yang tidak memiliki pondasi. Maknanya, seseorang yang tidak memiliki iman tidak akan memiliki kekuatan unutuk berhadapan dengan hidup. Dan dia pasti gagal.
Kalaupun ada tanda-tanda islam melalui ibadah lahir, tetapi ibadah itu tidak akan berfungsi apa-apa sewaktu manusia tidak memiliki iman berhadapan dengan persoalan-persoalan hidup. Semakin banya ibadah, semakin cepat gagalnya, seperti halnya semakin besarnya pohon yang tidak berakar tunjang, maka semakin cepat tumbangnya atau makin besarnya rumah yang didirikan di atas lumpur, makin cepat robohnya.[12])
Belum dikatakan beriman jika seseorang enggan menjalankan perintah Allah SWT dan suka melanggar larangan Allah SWT. tanda orang yang beriman adalah taat dan bertaqwa. Jika disebut nama Allah maka hatinya bergetar dan iamnya semakin kuat. Hal ini di jelaskan dalam Al-Qur’an:
$yJ¯RÎ) cqãZÏB÷sßJø9$# tûïÏ%©!$# #sÎ) tÏ.è ª!$# ôMn=Å_ur öNåkæ5qè=è% #sÎ)ur ôMuÎ=è? öNÍkön=tã ¼çmçG»t#uä öNåkøEy#y $YZ»yJÎ) 4n?tãur óOÎgÎn/u tbqè=©.uqtGt ÇËÈ úïÏ%©!$# cqßJÉ)ã no4qn=¢Á9$# $£JÏBur öNßg»uZø%yu tbqà)ÏÿZã ÇÌÈ y7Í´¯»s9'ré& ãNèd tbqãZÏB÷sßJø9$# $y)ym 4 öNçl°; ìM»y_uy yYÏã óOÎgÎn/u ×otÏÿøótBur ×-øÍur ÒOÌ2 ÇÍÈ
Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan Hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal.(yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rezki yang kami berikan kepada mereka.Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezki (nikmat) yang mulia.[13])
Ingatlah bahwa yang sebenar-benarnya di anggap orang beriman adalah mereka yang imanya sempurna. Manakalah asma Allah disebut maka bergetarlah jiwanya. Jika di bacakan Ayat-Ayat Allah, ditunjukkan kebesaranya melalui tanda-tanda dialam ini, maka imanya didada semakin teguh. Begitu juga, mereka rajin mengerjakan shalat dan suka bersedekah dari harta yang ia miliki, mereka merasa takut kepada Allah jika mendekati kemaksiatan. Segala urusanya baik masalah kehidupan dunia maupu kepentingan akhirat, selalu disandarkan kepada Allah.[14])
Ada yang menyebutkan jika seseorang hendak maksiat lalu tiba-tiba di peringatkan maka, “Bertaqwalah kamu pada Allah!”maka seketika ia tinggalkan maksiat itu karena takut akan siksa Allah. Bertambah imanya atau menjadi tenagng jiwanya dan tambah lekat keyakinannya dengan menyaksikan tanda-tanda kebesaranya.
Kadar keimanan seseorang bisa kuat dan bisa pula lemah. Agar iman tetap teguh maka harus ditopang dengan amal ibadah. Sebab amal ibadah itu disamping dapat meneguhkan iman juga mencegah maksiat.
Islam dapat tegak dan kekal dalam pribadi atau masyarakat manusia hanya karena ada dan kuatnya iman. Tanpa iman yang kuat, islam hanyalah satu simbol lahiriyah yang di amalkan sebagai satu amalan tradisi dan kebiasaan semata-mata. Sebaliknya iman yang kuat akan mengahasilkan pribadi yang benar-benar kuat dan islami.
Islam adalah amalan lahir. Iman adalah amalan hati (batin). Kalau iman kuat, islam pasti juga kuat. Tetapi kalau islam yang kuat, belum tentu iman juga kuat. Hal itu mestui di perhatikan betul-betul. Jangan ampai kita menjadi orang yang kuat beramal saja tapi lemah imannya, sebaliknya jadilah orang yang kuat beriman dan kuat beramal. Allah menjanjikan keuntungan tetentu hanya bagi orang-orang beriman dan beramal.
Firman Allah:
ÎóÇyèø9$#ur ÇÊÈ ¨bÎ) z`»|¡SM}$# Å"s9 Aô£äz ÇËÈ wÎ) tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qè=ÏJtãur ÏM»ysÎ=»¢Á9$# (#öq|¹#uqs?ur Èd,ysø9$$Î/ (#öq|¹#uqs?ur Îö9¢Á9$$Î/ ÇÌÈ
Demi masa.Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.[15])
Dalam ayat di atas Allah terlebih dulu menjelaskan iman, sebagai syarat bahwa amalan yang di awali atau didorong oleh iman saja yang akan dinilai. Rasulullah pun turut bersabda, seperti yang di riwayatkan oleh HR. Muslim yang berarti:
Allah tidak melihat kepada rupamu dan hartamu(gambaran lahir)tetapi Dia melihat hati kamu dan amalan kamu. (Riwayat: Muslim)[16])
Sebanyak apapun amalan lahir seperti shalat, puasa, menutup aurat, zikir, doa, sedekah, berjuang dan berijtihad tidak ada arti apa-apa di sisi Allah. Dalam mengartikan hadis itu ada orang berkata, ”Berbuat jahatpun tidak apa-apa asalkan hati baik, sebab Allah bukan memandang amalan hati.”
Kalau di uraikan maksud perkataan mereka itu,dapat kita katakan tinggal sholat pun tidak apa apa ,membuka aurot pun tidak apa apa, maksiat pun tidak apa apa.yang penting baik hati.untuk mengetahui betul atau tidaknya kenyataan itu,coba jawab pertanyaan ini, “baiklah hati orang yang tidak solat dan durhaka pada tuhan?” mendurhakai ibu dan bapak pun kita anggap jahat, apalagi kalau mendurhakai Allah. Orang yang solat pun tidak dijamin oleh Allah, apalagi orang yang tidak solat. Tutup urat pun tidak diterima kalu niat tidak karena Allah, apalagi kalau tidak menutup aurat. Kemudian baginda Rasul bersabda yang artinya.:
Sesungguhnya sahnya amalan itu dengan niat. Sesungguhnya bagi setiap orang dinilai dari apa yang diniatkan. Siapa yang hijra pada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya itu dinilai karena Allah dan Rasul-Nya. Dan barang siapa yang hijrah karena kehidupan yang diidamkan, atau wanita yang ingin dikawininya maka hijrahnya dinilai karena hal itu. (Al Bukhari dan Muslim).[17])
Jadi seharusnya apapun yang kita lakukan itu harus benar-benar berlandaskan pada iman yang ikhlas nan sempurna.
E. Konsep Dari Iman
Iman juga memiliki konsep yang berbeda-beda dalam pandangan antara satu aliran muslim dengan satu muslim lainya, konsep iman menurut tiap-tiap aliran teologi islam, seperti yang terlihat dari literatur ilmu kalam, acap kali lebih dititik beratkan pada satu aspek saja dari dua term, yaitu iman atau kufur. Ini dapat dipahami sebab kesimpulan tentang konsep iman bila dilihat dari kebalikanya juga berarti kebalikan dari konsep kufur.
Menurut Hasan Hanafi, ada empat istilah kunci yang biasanya di pergunakan oleh para teologi muslim dalam membicarakan konsep iman, yaitu:
1. Ma’rifah bi al-aql, (mengetahui dengan akal)
2. Amal, perbuatan baik atau patuh.
3. Iqrar, pengakuan secara lisan.
4. Tashdiq, membenarkan dengan hati, termasuk pula didalamnya ma’rifah bi al-qalb (mengetahui dengan hati)
Keempat istilah kunci di atas misalnya terdapat dalam hadist Nabi SAW. Yang diriwayatkan oleh muslim dari Abu Sa’id Al-Khudri yang artinya: “barang siapa diantara kalian yang melihat (ma’rifah) kemunkaran, hendaklah mengambil tindakan secara fasik. Jika engkau tidak kuasa maka lakukanlah dengan ucapanmu. Jika itupun tidak mampu, maka lakukanlah itu dengan kalbumu.(akan tetapi yang terakhir) ini merupakan iman yang paling lemah.”[18])
Berbeda dengan faham-faham teologi lainnya, konsep iman dengan langsung dipengaruhi oleh teori mengenai kekuatan akal dan fungsi wahyu. Dalam aliran-aliran yang berpendapat bahwa akal dapat sampai kepada kewajiban mengenai Tuhan, iman tidak bisa mempunyai arti pasif. Iman tidak bisa mempunyai arti tasdiq yaitu menerima apa yang dikatakan atau disampaikan orang adalah benar. Bagi aliran-aliran ini iman pasti mempunyai arti aktif, karena manusia akalnya mesti dapat sampai pada kewajiban mengenai Tuhan.
Oleh karena itu bagi kaum mu’tazilah iman bukanlah tasdiq. Dan iman dalam arti mengetahui pun belum cukup. Menurut ‘Abdul Al- Jabbar, orang yang tahu Tuhan tetapi melawan kepadanya bukanlah orang yang mukmin. Dengan demikian iman bagi mereka bukanlah tasdiq dan bukan pula ma’rifah, tetapi amal yang timbul sebagai akibat dari mengetahui Tuhan. Tegasnya iman dari mereka adalah melaksanakan perintah-perintah dari Tuhan. Menurut Abu Al- Huzail yang dimaksud dengan perintah-perintah Tuhan bukanlah hal yang wajib saja, tetapi juga sunnah. Sunggih pun ada perbedaan paham dalam hal ini, kaum mu’tazilah berpendapat bahwa iman bukanlah tasdiq, tapi suatu hal yang lebih tinggi dari hal itu.
Bagi kaum Asy’ariyah, dengan keyakinan mereka dengan bahwa akal mereka tidak bisa sampai pada kewajiban mengetahui Tuhan. Iman bukan merupakan ma’rifah atau amal. Manusia dapat mengetahui kewajiban itu hanya melalui wahyu. Wahyulah yang mengatakan dan menerangkan kepada manusia, bahwa ia berkewajiban mengetahui Tuhan dan manusia harus menerima kebenaran berita ini. Iman bagi kaum Asy’ariyah adalah tasdiq, dan batasan iman yang diberikan oleh Asy’ari ialah al- tasdiq bi Allah Yaitu menerima bahwa kabar tentang adanya Tuhan. Al- Baghdadi menyebut batasan yang lebih panjang mengenai iman adalah tasdiq tentang adanya Tuhan, Rasul-Rasul dan berita yang mereka bawa. Kaum Maturidiyah (golongan bukhoro) mempunyai paham yang sama dengan kaum Asy’ariyah mengenai hal ini. Dan sejalan dengan pendapat mereka bahwa akal tidak dapat sampai pada kewajiban mengetahui adanya Tuhan.
Bagaimanapun batasan iman dengan tasdiq hanya dapat sesui dengan dua aliran ini. Adapun bagi aliran Mu’tazilah dan aliran Maturidiyah( Samarkand) iman pasti lebih dari tasdiq, yaitu ma’rifah atau amal.[19])
F. Amal sebagai wujud dari pada iman
Untuk lebih sempurnanya iman maka harus diiringi dengan amalan dan amalan yang baik, hal ini di tujukan agar kehidupan kita yang di dasari iman ini tidaklah sia-sia belaka, agar hidup kita ini ada manfa’at bagi sesama makhluq dan tentunya dengan mengharap ridlho-Nya.
Serugi-ruginya manusia didunia ini, adalah orang yang takpernah melakukan kebaikan dalam hidupnya. Apalagi disamping tak pernah melakukan kebaikan, terlalu banyak ia melakukan kejahatan, sehingga ia mendapat gelar penjahat,panghianat, pangacau. Dll.[20])
Kehidupan kita didunia ini bukan hidup sembarang hidup, bukan hidup asal hidup, dan bukan hidup yang sia-sia saja, tapi adalah suatu kehidupan dengan tujuan tertentu, suatu macam hidup yang diperhitungkan seteliti-telitinya. Untuk itulah hidup kita manusia diberi akal atau fikiran. Bukan seperti kehidupan binatang-binatang yang tak memiliki akal. Firman Allah dalam surat Al-Mukmin 115:
óOçFö7Å¡yssùr& $yJ¯Rr& öNä3»oYø)n=yz $ZWt7tã öNä3¯Rr&ur $uZøs9Î) w tbqãèy_öè? ÇÊÊÎÈ
Maka apakah kamu mengira, bahwa Sesungguhnya kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?
Hal ini diterangkan agar kita tidak menjadi hamba yang merugi atau menyesal, marilah kesempatan hidup yang tidak lama ini kita pergunakan untuk melakukan kebaikan sebaik-baiknya dan marilah kita hindarkan diri kita masing-masing dari perbuatan jelek, perbuatan-perbuatan yang merugikan atau bahkan merusak dan mengganggu orang lain.
Alangkah gampang dan mudahnya memindahkan sebuah duri dari tengah jalan kepinggir jalan, tetapi apa yang kita lakukan dianggap oleh Allah suatu kebajikan yang amat besar shingga orang melakukanya diampuni oleh Allah segala dosanya, sehingga orang itu dimasukkan kedalam surga, sebab jika duri itu tetap ada ditengah jalan, pasti akan melukai orang yang lewat ditempat itu. Dan luka itu mungkin akan mengakibatkan orang itu menderita sehingga tak dapat bekerja mencari rezeki bagi dirinya atau anaknya. Apa lagi luka itu sampai menyebabkan orang itu mati, alangkah besar penderitaan anak-istri yang ditinggalkan, oleh karena itu Allah menganggap hal yang kecil itu sebagai kebajikan yang amat besar sehingga di balas oleh Allah dengan Sorga.[21])
G. HUBUNGAN ANTARA IMAN, IBADAH DAN TAQWA
Iman adalah potensi ruhani, sedangkan taqwa adalah prestasi ruhani. Supaya iman dapat mencapai prestasi ruhani yang disebut Taqwa, diperlukan aktualisasi iman yang terdiri dari beberapa macam dan jenis kegiatan yang dalam istilah Al-Quran di formulasikan dengan kalimat ‘amilus-shalihat, amal-amal shaleh. Kalau diterjemahkan dalam bahasa yang lain, amal-amal shaleh adalah kegiatan-kegiatan yang memiliki nilali ibadah. Logikanya, kalau seseorang ingin menjadi orang yang beriman dan bertaqwa, secara tidak tertulis disamping harus memiliki keimanan yang baik juga harus bisa mengaktualisasikan iman itu dengan amal-amal yang shaleh atau ibadah, sehingga bisa mencapai prestasi ruhani yang disebut ketaqwaan. Dengan pemaknaan seperti ini, tidak mungkin orang bisa mencapai prestasi taqwa begitu saja tanpa ada proses aktualisasi. Gampangnya, tidak mungkin orang beriman mendadak menjadi muttaqin tanpa adanya proses aktualisasi yang berupa amal-amal shaleh atau ibadah.[22])
Jadi tidak mungkin apabila ke tiga hal itu dipisahkan akan mendatangkan kebaikan dan kesempurnaan islam, karena tidak mungkin jika orang yang mengaku beriman tapi tidak beribadah akan mendapat pahala dan ridlonya. Begitu pula sebaliknya, tidak mungkin orang yang rajin beribadah namun ia melakukanya bukan karena Allah. Tetapi semata-mata karena ia ingin di lihat, disanjung, dan di puji oleh sesama manusia, padahal kita tahu bahwa ridho Allah itu adalah hal yang terpenting dalam kita melakukan sesuatu.[23])
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Seseorang di katakan beriman jika ada bukti atas imanya tersebut, yakni berusaha, bersyukur, bersabar, dan ridho terhadap keputusan Allah. Bukan berarti majbur seperti aliran jabariyah, tetapi disini pembuktian iman yang disertai amal ibadah secara baik, dan ini bukan juga aliran khawarij yang menjadi tolak ukur mereka, bahwasanya iman terletak pada amal. Maka dengan ini akan menemukan jati diri atau kebenaran iman yang sesungguhnya.
B. SARAN
Melalui makalah ini, diiharapkan agar para pembaca mengerti dan mengetahui peranan iman dalam hidup kita. Karena iman adalah pembimbing yang akan memandu kita menuju kebahagiaan hidup serta menyelamatkan kita dari kegelapan dan kesesatan. Jadi bagaimana kita akan melakukan ibadah agar semua yang kita lakukan itu mendapat pahala dan ridho Allah? dan apakah kita telah puas dengan apa yang terjadi dan yang kita lakukan selama ini? marilah kita renungkan dalam jiwa kita, apakah iman yang kita miliki sudah sempurna?
Oleh karena itu, dalam hidup yang sementara ini biarlah kita merasakan kepahitan dan kepiluan, karena di kehidupan kekal nanti Allah akan gantikan dengan surga dan kelezatan yang tidak mungkin tergambar oleh hati, terkata oleh lidah dan tertulis oleh pena.
[1]) Abuya Syeikh Imam Ashaari Muhammad At Tamimi. Iman dan Persoalannya (Giliran Timur, 2008) Hal : 16-17.
[2] ) Khalilah Marhiyanto. Mencapai Husnul Khotimah (Jombang: CV. Lintas Media, 2005) hal: 229.
[3]) KH. Muhyiddin Abdusshomad. Penuntun Qolbu Kiat Meraih Kecerdasan Spiritual (Surabaya: Khalista, 2005) hal : 32-33.
[4] ) Al-Qur’an surat Al Anfaal ayat 55
[5] ) Iman dan Persoalanya. Hal: 17-19
[6] ) Abdul Rozak, Rosihan Anwar. Ilmu Kalam (Bandung : CV. Pustaka Setia, 2009) Hal: 45.
[7] ) Iman dan Persoalanya. Hal 23-24.
[10]) Muhammad Tholchah Hasan. Dinamika Kehidupan Religius (Jakarta Utara: PT. Listafarista Putra, 2005) Hal: 11
[17] ) Iman dan Persoalanya. Hal: 11.
0 komentar:
Posting Komentar